

Oleh: Cokro_SIW
Ketika
kumu berinteraksi pada dunia luar, melihat banyak hal dan ingin kamu rubah
akibat yang kamu lihat banyak ketidak wajaran, kemudian kamu pelajari kembali penyebab ketidak wajaran itu, kamu bertanya
kenapa ini bisa terjadi? Hal ini terus kamu pertanyakan sampai pada masalah yang paling
dasar. Dari banyak buku yang kamu baca, banyak orang kamu temuai dan
mendiskusikannya kembali, kamu berkata pada lawan diskusimu, seharusnya tidak seperti ini. Dalam kitab suci yang
kamu pelajari, kehidupan ini seharusnya sebaik yang kamu pahami dari anjuran
kitab sucimu. Kenapa Banyak orang-orang sekitarmu yang melanggar aturan-aturan
Tuhan, itu salah satu yang membuatmu gelisah, kamu tidak saja mengkhawatirkan
dirimu saja, orang lainpun ikut kamu perhatika. Semangatmu semakin besar untuk
mencari tahu apa menyebab semua ini, semakin besar keinginanmu untuk belajar,
untuk cita-cita memperbaiki ketidak wajaran yang kamu ketahui....””” Anakku
itulah pengaruh “Akal Warasmu”
Tidak
hanya itu yang kau lakukan, kamu bahkan bertindak, menceritak masalah-maslah ini
pada orang yang mungkin kamu anggap bisa membantu dan memahami apa maksudmu,
kamu membentuk kekuatan tidak hanya seorang diri, kamu ajak orang-orang sekitarmu
untuk terlibat memperbaiki ketidak wajaran itu, sekalipun mereka sangat susah
memahami apa maksudmu, mereka kaku menerima keluhanmu, tapi kamu tidak perduli,,,,, kamu
pantang menyerah, tekadmu sudah bulat, niat ini sudah kau anggap suci, sehingga
jika kamu berhenti, akan membuatmu merasa berdosa besar,,,, Begitulah kerja “Akal Warasmu”....
Kamu
lakukan ini hampir sepanjang harimu, sampanjang hidupmu, bahkan kau tak lupa
berdoa agar Tuhan memudahkan jalanmu, kaupun mengajarkan itu pada orang-orang
yang berjuang bersamamu, kamu sudah bertindak seperti pemimpin yang
hebat, sadar dan menyadarkan banyak orang,,, sekian banyak cara yang sudah kamu
lakukan ,,... sementara berubahan tidak banyak telihat... kamu kembali
mempertanyakan dirimu.. kenapa aku hanya bisa melakukan hanya sampai disini,
sementara daya dan upaya sudah semaksimal mungkin,,, pertanyaan demi pertanyaan
bermunculan dan mengarah pada dirimu sendiri, hampir saja kau kutuk dirimu
yang tak bedaya itu, kalah dengan ketidak wajaran yang kamu temukan sendiri,,,
tapi kamu tidak mau mengalah, bahkan tidak mau mengakui kekalahanmu... kamu
masih yakin bahwa kamu bisa menemukan solusi.. tapi apa?????? Bertanya dan terus
bertanya,,...... kembali kamu pertanyakan dirimu, tak jarang kau menyalahkan
situasi yang kamu anggap salah itu, kamu membeci sikap sosial disekitarmu,
banyak orang yang apatis, perlahan kau menutup diri dan menyaring diri dari
pergaulan yang bisa merusak dirimu,, kemudian kamu pun gampang mengkritik, sangat kritis,
sensitif atas perubahan, hal kecil terlihat seperti masalah yang besar....... kamu
hampir saja gila dan tidak waras lagi.. tapi kamu menyadari kegilaan itu, mulai
berbenah kembali, itulah kesadaran “Akal
Warasamu” ............!
Sang Anak menunduk mendalami penyampaian Ayahnya,, apakah ini nasehat ataukah
teguran buatnya,,, semuanya bercampur baur.... sesekali dia mendongak melihat Ayahnya yang masih saja terpejam... tidak berani lagi bertanya, hanya merenungi
maksud dari Sang Ayah.
Seorang
Nabi ditegur Oleh Tuhannya, “Jika Aku mau, Aku tak butuh kamu” “Aku yang
Bekuasa, yang menetapkan Segala perkara itu Jadi dan Terjadi, Aku... Tuhan dari jagat raya ini”... Sang Ayah melanjutkannya... Sadarilah,, semua
terjadi berdasarkan Ketetapan yang tidak bisa manusia "rubah" sekalipun manusia
bertindak melebihi kemampuan maksimumnya.,,
Kamu
sering bercerita Anakku, bahwa kamu ingin memperbaiki situasi Bangsa ini, yang
pernah kita diskusikan berlarut-larut,,, bahwa kita bersepakat Bangsa ini
Sedang menghadapai Masalah Besar. Kita percaya Pancasila itu adalah Kode
Keselamatan bagi Bangsa dan Negara ini. Bahkan kamu bercerita lebih banyak dan
tahu mengenai kondisi bangsa ini. Lawan Kita adalah yang mempunyai kekutan
Besar dan Kita masih berkekuatan “Kecil”. Tapi apa yang terjad, kita tetap
berbuat, satu demi satu orang-orang terdekat kita,,, kita ajak ikut berjuang, kita beri mereka pencerahan...
ada yang bertahan ada pula yang hilang tanpa jejak, pergi berlalu begitu saja,
entah kalah datau memang sengaja mengalah karena tahu tidak mungkin lagi
berbuat apa-apa..... Tapi kita masih berbuat, masih berusaha meski peluang
kemenangan kita tidak seberapa.
Akuilah
bahwa dirimu itu utusan Tuhan, utusan yang bukan satu-satunya utusan. Sekian miliar
manusia, sebagian kecil dari jumlah itu sedang merasakan hal sama dengan apa
yang sedang kamu rasaka. Merekapun sedang berjuang dengan cara mereka sendiri, mati-matian
berjuang dengan masalah dan cara pandang mereka,, mereka juga meyakin meraka
bisa, sadar bahwa mareka juga utusan Tuhan yang mereka imani.
Sadarilah
itu, bahwa kita tidak sendiri, yakinlah Tuhan menjawab doa-doa kita,,, Bisa
jadi doa-doa kita itu dititipkan pada orang-orang yang berjuang sama dan serupa
dengan kita.
Doa-doa
yang pernah kamu ucapkan, harus kamu pegang, ingat sepanjang hari, selalu
mengiatkan diri sepanjang kesadaranmu bahwa kamu pernah berdoa dan memohon pada
Tuhan. Ikhtiarlah menurut doa yang pernah kamu ucapkan,,,, jika doamu meminta
untuk mempermudah perjuanganmu, maka carilah jalan yang sesuai doamu, upayakan
cara-cara yang kau tempuh sesaui dengan Niat dan Doa yang pernah kamu ucapkan.
agar kamu tidak mencurigai Tuhan tidak mengabulkan doa-doamu. Jika kamu sadar
bahwa Penjuanganmu sejalan dengan Doamu, namun tidak terkabulkan,,, yakin dan
percayalah,, Tuhan tidak tuli, tidak pula tertidur, Bisa jadi doa itu sudah
terkabulkan lewat perjuangan manusia-manusia yang lain. Sadarilah itu, ikhlas atas
semuanya, terimalah kenyataan bahwa tidak semua bisa kamu perbaiki seorang
diri........ itulah kesadaran dan kerja “Akal
Budimu” ........... Sang Ayah kemudia terdiam, sejenak sang Anak melihat Ayahnya sudah membuka mata dan tersenyum kearahnya... Sang Anak mengucapkan
Terimakasih... Masih banyak yang akan aku sampaikan, tapi tidak saat
ini,,, Ayah ingin Ngopi dulu... Kita lanjutkan lain waktu....
Bersambung.
. .
Sambungan dari.... Dialog Dialektika
Komentar
Gabung dalam percakapan