Pemuda Indonesia,  Harus Menjunjung “Nilai-nilai Kebangsa’an”
Pemuda Indonesia, Harus Menjunjung “Nilai-nilai Kebangsa’an”

Pemuda Indonesia,
Harus Menjunjung “Nilai-nilai Kebangsa’an”

Oleh : Sabardin Indra Wijaya

Baru-baru ini Indonesia dihebohkan oleh aksi mahasiswa yang mengatas namakan “Gema pembebasan” di depan gedung sate kota bandung, dengan menuntut perubahan sistem  sa’at ini menuju sistem khilafah. Aksi ini melibatkan mahasiswa dari berbagai daerah, termasuk bali.

Tumbuh dan berkembangnya idiologi transnasional seperti ini, seharusnya menjadi cacatan khusus bagi setiap pemuda bangsa, yang masih peduli dengan NKRI yang berakar pada Pancasila, bahwa kenyataan telah terbukti masih ada sebagian dari pemuda bangsa yang tidak menanamkan pada dirinya tentang nilai-nilai kebangsa’an yang luhur.

Aksi-aksi yang berbau transnasional seperti ini tetntu masih di anggap wajar oleh sabagian orang, mengingat demokrasi yang sedang berjalan di Indonesia. Terlebih lagi aksi yang dilakukan oleh ratusan mahasiswa di depan gedung sate Bandung tersebut, respon dari momen yang akan digelar oleh bangsa Indonesia nantinya yaitu, Pemilihan Umum (pemilu) presiden dan wakil presiden.

Keterlibatan seluruh pemuda bangsa menjadi sangat penting, untuk menyuarakan nilai-nilai kebangsaan demi “kesatuan Indonesia” yang tertera dalam sila ketiga pada pacasila. Ketelibatan orang tua menjadi begitu penting untuk terus memberikan nasehat, tentang pentingnya menjaga dan menerapkan nilai-nilai kebangsa’an yang luhur. keterlibatan tokoh-tokoh agama untuk memberikan pemahaman bahwa tidak ada salahnya dan berdosanya, jika anak muda bangsa berbuat untuk negaranya. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah keterlibatan lembaga pendidikan dan perguruan tinggi dalam negeri, untuk mendidik dan mewadahi aspirasi pemudanya, bahwa penerapan pancasila dengan baik dan benar adalah solusi untuk negara ini. Keterlibatan seuruh elemen dalam negeri merupan langkah yang pasti untuk kedepanya, agar tidak sering terjadi saling kafir dan mengkafirkan oleh sesama orang-orang  Indonesia sendiri, seperti yang sering dilakukan oleh kaum takfiriyah. “Kaum takfiriyah adalah kaum yang mengkafirkan kelompok lain yang tidak sepaham dengan mereka”.

Perlunya Mengkelirkan Pemahaman Idiologi Kebangsa’an


Perlu kiranya kita sepakati kembali, bahwa “generasi sekarang bukan untuk memperdebatkan lagi nilai-nilai pancasila, tetapi yang harus dilakukan adalah bagaimana memahami dan memahamkan agar penerapan pancasila tidak keluar dari tujuan awal terbentuknya pancasila”. Maka betul apa yang sudah sisampaikan Bung Karno pada masa hidupnya yaitu, ‘jasmerah’ bahwa ‘jangan sekali-sekali melupakan sejarah’. Jika masih saja ada orang indonesia yang mempermasalahkan pemuda-pemudi yang aktif dalam perjuangan bangsa dalam ranah agama, mungkin bisa diajukan kembeli pertanyaan sepeti ini, “apakah salah orang islam berjuang untuk bangsa Indonesia?” atau agama-agama lain di Indonesia yang memperjuangkan hal yang sama. Jika ini terus dipermasalahkan maka akan menimbulkan “isu sara” yang membuat perpecahan di dalam tubuh Indonesia itu sendiri.

Maka dari itu, keterlibatan elemen-elemen seperti yang disebutkan di atas, harus tetap menjadi prioritas utama dalam mewujudkan keseragaman pemahaman yaitu, “persatuan Indonesia”. Tetapi banyaknya masalah yang dalam bangsa ini, kahususnya masalah ekonomi, membuat setiap dari kita jarang yang memiliki kesempatan untuk saling “mengiatkan” bahkan orang tua kita sekalipun.

Mahasiswa Jangan Sibuk Sendiri

Permasalahan tersebut hadir bukan tampa solusi, solusinya adalah ada pada kaum-kaum terdidik yang sering kita sebuk kaum intelektual. Kaum intelektual memiliki kesempatan yang banyak untuk berperan karena status dan kelebihan khusus yang dimilikinya. Siapa saja yang tergolong kaum intelektual tersebut? Salah satunya adalah mahasiswa, karena mahasiswa sudah memiliki kesempatan belajar yang lebih tinggi dari kaum-kaum terdidik lainnya. Pergerakan mahasiswa yang nyata adanya, memang sangat minim sekarang ini, karena pengaruh globalisasi yang terus mengrogoti nilai-nalai luhur yang ada dalam bangsa Indonesia.

Kita kembali sejenak pada jaman reformasi, dimana mahasiswa menjadi senjata yang tajam untuk merobek-rebok semua penyimpangan pada masa itu, padahal demokrasi di masa itu masih menganut demokrasi terpimpin, dimana kebebasan berpendapat menjadi terbatas. Di masa kini apakah demokrasi sama pada masa reformasi? Tentu sekarang lebih mudah, di mana kebebasan berpendapat sudah dibolehkan, tetapi pergerakan mahasiswa dalam bentuk aksi masa tidak sering terjadi, memprotes kenaikan harga BBM saja cukup lewat media “on line”. Sehingga efek dari pergerakan mahasiswa menjadi tidak terasa dan bermakna.

Kemanja’an yang dilayani oleh kemegahan globalisasi semakin mamatikan aktifitas masa mahasiswa dimasa kini, bahkan bobot kegiatan yang di selenggarakan tidak untuk kepenting kemajuan bangsa, tetapi hanya sebatas hura-hura. Apakah bangsa ini harus dijajah lagi secara fisik agar pemuda dan mahasiswanya mahu merumuskan kembali kepentingan bersama? Tentu tidak demikian, masih cukup waktu untuk membenahinya.

Tidak ada kata terlambat, untuk membenahi permasalahan yang sedang terjadi. Kesadaran akan kabaikan bangsa adalah kebaikan bersama harus terus di optimiskan, demi meningkatkan semangat juang untuk persatuan Indonesia. Toko-tokoh muda terbaik bangsa kini sudah hadir di tenga-tengah kita, yang bisa bemberi inspirasi semangat ke-indonesiaan. Di samping itu, bangsa ini tidak kehabisa stok buku-buku yang menceritakan bagaimana perjuangan yang pernah dilakukan kaum-kaum terdidik di masa penjajahan dulu. Tidak ada alasan lagi untuk kita, tidak mengetahui apa dan bagaimana bangsa Indonesia dari masa kelahirannya sampai masa hari ini, bahwa pancasila adalah solusi dari setiap masalah yang ada dalam nagara kita tercinta ini.

Biarkan masalah-masalah agama diselesaikan oleh agamanya masing-masing, tanpa mengganggu kepercayaan agama lain, masalah adat diselesai oleh adat istiadat masing-masing, dan masalah bangsa di atur oleh kesepakatan bersama yaitu pancasila. Untuk setiap pemuda bangsa harusa siap dan mampu menerapkan nilai-nilai kebangsaan tanpa harus minder pada kemajuan globalisasi yang begitu cepat seperti sekarang ini. Dan kita tidak lagi saling menyalahkan satu sama lain, tetap berjanji apapun permasalahan yang sedang dihadapi, tidak membuat kita terpecah belah. Demi kata persatuan Indonesia.

Komentar

Gabung dalam percakapan